Saya pernah mendengar seseorang mengatakan kalau dia mencintai
seseorang seperti saudaranya sendiri. Memang apa yang dilakukannya menunjukan
hal seperti itu, tapi apakah perlakuan itu dapat diterima oleh orang yang dia
anggap seperti saudaranya sendiri itu? Entahlah, banyak orang yang berkata dan
bertindak sesuai dengan yang dikehendakinya terutama dalam memperlakukan orang
yang dia rasa dia cintai. Tapi apakah orang-orang seperti ini mengerti atau
minimal mengetahui apa yang dirasakan oleh orang yang dia “cintai”?
Beberapa penelitian—gaya bahasanya, padahal hanya pengamatan
dari orang-orang terdekat—membuktikan kebenaran akan istilah “cinta itu buta”. Ternyata
hal itu ada didepan matan dan sangat nyata, yang dibahas disini bukanlah cinta
antar lawan jenis melainkan cinta pada sesama manusia. Cinta itu buta, ya
memang perasaan itu membutakan bila tidak disikapi dengan iman—makin gaya lagi
nih bahasanya…hehehe.
Terkadang secara tidak sadar, si pencinta (sebutlah begitu)
akan merasa sangat memiliki orang yang dicintainya. Padahal setiap orang memiliki
hal-hal yang bersifat pribadi yang tidak dapat dimasuki orang lain bahkan orang
tuanya sendiri. Sisi dimana hanya dia dan sang pencipta yang mengetahuinya. Kadang
jadi bingung apakah kita menjadi munafik ketika selalu bersikap manis pada orang
yang mengaku “mencintai” diri kita. Karena tak jarang ketika mengutarakan
dengan jujur apa yang dirasakan dan bertolak
belakang dengan yang diharapkan si pencinta, dia akan sangat marah dan membuat
kita tidak nyaman dengan perlakuannya. Tapi ketika kita selalu setuju dengan “keinginannya”
pasti akan membuat diri semakin “tersiksa”.
Ya, karena ketika cinta itu tidak didasarkan pada rasa
syukur pada sang pemberi cinta yang ada hanyalah nafsu. Apapun bentuk nafsu
itu, salah satunya adalah rasa memiliki yang terlalu berlebihan. Meskipun masih
memberi kebebasan pada orang yang dicintai, tapi si pencinta selalu berusaha
meyakinkan orang yang dicintainya untuk setuju dengan pemikirannya. Saya sebut
itu dengan penjara tanpa sel, sebenarnya yang dipermainkan adalah pikiran kita.
Jadi teringat perumpamaan yang dibuat seseorang untuk hal
ini, dia mengajukan pertanyaan yang dijawabnya sendiri..hehe
Kalau melihat bunga ditaman, apakah tidak ada keinginan
untuk memetiknya dan menyimpannya dalam vas? Hingga setiap hari kita bisa
menikmati keindahannya. Beberapa detik kemudian, dia jawab pertanyaan itu
dengan senyum. Apa kita pikir bunga itu senang berada didalam vas?hahaha,
kemudian dia melanjutkan. Memang di kedua tempat itu dia tetap akan mati, tapi
jika bunga itu mati didalam vas dia mati sebagai terpenjara. Tapi jika di
taman, memang tidak akan menambah masa hidupnya dan dia tetap akan mati. Tapi setidaknya
dia mati dengan bebas, dengan semua manfaat yang pernah dia berikan pada
sekitarnya, bukan hanya pada satu orang.