01/04/12

Tulus

Saya pernah mendengar seseorang mengatakan kalau dia mencintai seseorang seperti saudaranya sendiri. Memang apa yang dilakukannya menunjukan hal seperti itu, tapi apakah perlakuan itu dapat diterima oleh orang yang dia anggap seperti saudaranya sendiri itu? Entahlah, banyak orang yang berkata dan bertindak sesuai dengan yang dikehendakinya terutama dalam memperlakukan orang yang dia rasa dia cintai. Tapi apakah orang-orang seperti ini mengerti atau minimal mengetahui apa yang dirasakan oleh orang yang dia “cintai”?

Beberapa penelitian—gaya bahasanya, padahal hanya pengamatan dari orang-orang terdekat—membuktikan kebenaran akan istilah “cinta itu buta”. Ternyata hal itu ada didepan matan dan sangat nyata, yang dibahas disini bukanlah cinta antar lawan jenis melainkan cinta pada sesama manusia. Cinta itu buta, ya memang perasaan itu membutakan bila tidak disikapi dengan iman—makin gaya lagi nih  bahasanya…hehehe.

Terkadang secara tidak sadar, si pencinta (sebutlah begitu) akan merasa sangat memiliki orang yang dicintainya. Padahal setiap orang memiliki hal-hal yang bersifat pribadi yang tidak dapat dimasuki orang lain bahkan orang tuanya sendiri. Sisi dimana hanya dia dan sang pencipta yang mengetahuinya. Kadang jadi bingung apakah kita menjadi munafik ketika selalu bersikap manis pada orang yang mengaku “mencintai” diri kita. Karena tak jarang ketika mengutarakan dengan jujur apa yang dirasakan dan  bertolak belakang dengan yang diharapkan si pencinta, dia akan sangat marah dan membuat kita tidak nyaman dengan perlakuannya. Tapi ketika kita selalu setuju dengan “keinginannya” pasti akan membuat diri semakin “tersiksa”.

Ya, karena ketika cinta itu tidak didasarkan pada rasa syukur pada sang pemberi cinta yang ada hanyalah nafsu. Apapun bentuk nafsu itu, salah satunya adalah rasa memiliki yang terlalu berlebihan. Meskipun masih memberi kebebasan pada orang yang dicintai, tapi si pencinta selalu berusaha meyakinkan orang yang dicintainya untuk setuju dengan pemikirannya. Saya sebut itu dengan penjara tanpa sel, sebenarnya yang dipermainkan adalah pikiran kita.
Jadi teringat perumpamaan yang dibuat seseorang untuk hal ini, dia mengajukan pertanyaan yang dijawabnya sendiri..hehe

Kalau melihat bunga ditaman, apakah tidak ada keinginan untuk memetiknya dan menyimpannya dalam vas? Hingga setiap hari kita bisa menikmati keindahannya. Beberapa detik kemudian, dia jawab pertanyaan itu dengan senyum. Apa kita pikir bunga itu senang berada didalam vas?hahaha, kemudian dia melanjutkan. Memang di kedua tempat itu dia tetap akan mati, tapi jika bunga itu mati didalam vas dia mati sebagai terpenjara. Tapi jika di taman, memang tidak akan menambah masa hidupnya dan dia tetap akan mati. Tapi setidaknya dia mati dengan bebas, dengan semua manfaat yang pernah dia berikan pada sekitarnya, bukan hanya pada satu orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar